Senin, 08 Juni 2009

Jembatan Suramadu siap dioperasikan



Peresmian Jembatan Nasional Suramadu pada, Rabu 10 Juni nanti bakal meriah. Pasalnya, dari rencana 5.000 undangan yang akan hadir, jumlahnya bertambah menjadi sekitar 6.500 undangan. Bertambahnya undangan disebabkan akan hadirnya beberapa gubernur. Semula yang akan diundang hanya gubenrur di Jawa dan Bali, namun kenyataannya banyak gubernur di Sumatera dan Kalimatan juga ingin menghadiri acara tersebut.
Sekretaris Daerah Propinsi Jatim, Dr Rasiyo saat jumpa pers dan acara gladi bersih di lokasi peresmian tepatnya di sisi Madura, Senin (8/6) mengatakan, di antara undangan tersebut adalah semua mantan presiden, meliputi B J Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarno Putri. Ini karena sejarah perjalanan pembangunan jembatan melibatkan semua mantan presiden sesuai dengan kewenangannya saat itu. “Namun tentang kesanggupan hadirnya mantan presiden tersebut, kami belum mendapatkan informasinya hingga saat ini,” katanya.
Dikatakannya, dalam acara peresmian jembatan tersebut, panitia akan menampilkan beberapa suguhan tarian hasil kolaburasi kesenian Jawa dan Madura. Busana yang dikenakan oleh penari adalah berasal dari pakian adat masyarakat Madura.
Selain itu, juga akan mengerahkan empat buah kapal wisata yang akan hilir mudik di bawah Jembatan Suramadu. Kapal-kapal tersebut akan mempercantik suasana keindahan panorama di sekitar jembatan.
Rasiyo menambahkan, perjalanan mewujudkan pembangunan Jembatan Suramadu, sebelumnya Pemprop Jatim telah lebih awal mengalokasikan dana stimulan senilai Rp 50 miliar. Dana tersebut hanya cukup untuk membeli sebagian balog girder sebagai tiang pancang di Causeway sisi Surabaya dan Madura. Pencairan dana itu bisa dikatakan bentuk kenekatan pemprop untuk segera mewujutkan impian panjang, yang sejak tahun 1950 telah digulirkan oleh mantan Gubernur Jatim, H Mohammad Noer dan ditindaklanjuti oleh gagasan Prof Dr Sedyatmo (alm) yang mengusulkan sebuah ide mengenai menghubungkan langsung antara Pulau Sumatera dan Jawa, tahun 1960-an dengan konsep Tri Nusa Bima Sakti.
Dikatakannya, peran Pemprop Jatim dalam pembangunan jembatan ini, selain sebagai fasilitator dalam mewujutkan pembangunan juga ikut andil dalam kebijakan berlangsungnya pelaksanaan pembangunan. Salah satu di antaranya yakni dominasi pengalokasian anggaran untuk kebutuhan jalan akses.
Dari kebutuhan lahan untuk pembangunan jalan akses sisi Surabaya mencapai 131.337,77 m2 terdiri atas 550 persil/kepala keluarga (KK). Semua dana kebutuhan lahan tersebut, dipenuhi dari APBD Jatim yang nilainya mencapai Rp 176.975.583.707,45. Lahan-lahan tersebut berada di Kelurahan Gading, Tanah Kalikedinding, Kedung Cowek dan Tambak Wedi.
Sama halnya di sisi Surabaya, di sisi Madura kebutuhan lahan untuk jalan akses yang mencapai 658.966 m2 terdiri atas 564 persil tanah. Dengan total kebutuhan dana yang terserap untuk pembebasan lahan mencapai Rp 98.106.934.69,94. ”Semua kebutuhan dananya juga berasal dari APBD Jatim,” kata pejabat yang sebelumnya menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim.
Rasiyo menambahkan, kawasan di kiri dan kanan Jembatan Suramadu merupakan wilayah sangat berpotensi sebagai pusat pengembangan kawasan perekonomian. Di lokasi tersebut rencananya bakal dikembangkan menjadi pusat keramaian bertaraf internasional.
Di sisi Surabaya, kawasan bakal dilengkapi dengan pusat perkantoran, areal pameran dan wisata. Sedangkan di sisi Madura akan digenapi dengan Islamic Center, pusat olahraga, areal pergudangan, industri. Wilayah di sisi Madura, dari segi perencanaan sangat diminati investor. Sebab, selain harga tanah terjangkau dan lokasi bagus, tenaga kerja juga murah. Selain itu hasil bumi seperti tambang yang bisa dikembangkan. Adapun lahan yang nantinya diproyeksikan untuk mewujutkan kawasan tersebut, masing-masing seluas 600 ha baik di sisi Surabaya maupun Madura.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V, Ir Ahmad Ghofar Ismail, MSc mengatakan, total dana yang terserap untuk pembangunan fisik jembatan ini sekitar Rp 5 triliun. Dana tersebut di antaranya untuk pembangunan jalan di kedua sisi baik Madura maupun Surabaya, Causeway di kedua sisi serta pembangunan bentang tengah.
Diakuinya, memang jumlah dana yang terserap untuk pembangunan jembatan itu melebihi dari yang semua diestimasikan pada tahun 2002 yakni sekitar Rp 3,5 triliun. Namun kerena proyek ini sistem pendanaannya bersifat multiyears, maka alokasi anggaran yang dibelanjakan mengikuti harga kebutuhan bahan baku tiap tahunnya.
Pada pembangunan jembatan ini, pondasi yang digunakan untuk Causeway adalah tiang pancang baja dengan diameter 600 mm dan sebagian 1.000 mm. Dengan panjang rata-rata untuk sisi Surabaya sekitar 25 m dan sisi Madura 33 m.
Tentang jalur kendaraan roda dua, batas nyaman berkendara bagi sepeda motor yang melintasi Jembatan Nasional Suramadu adalah kecepatan 40 km/jam. Dengan kecepatan tersebut, pengendara akan lebih santai dan terasa nyaman saat mengemudikan motornya. Selain itu mereka dengan mudah bisa mengendalikan kecepatannya saat angin di laut menjadi kencang.
Jalur sepeda motor ini beberapa kali dilakukan uji coba di antaranya oleh Menteri Perhubungan, Jusman Syafi’i Jamal dan Bupati Bangkalan, Fuad Amin pada 21 April dan oleh Dirjen Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak, Sabtu (6/6)
Dengan lebar jalur sepeda motor 3 meter, kendaraan yang melintasi jalur tersebut masih bisa saling menyalip. Namun demikian, bukan berarti mereka bisa saling kebut-kebutan. Karena jalur tersebut berbeda dengan jalur jalan di darat, serta terus berubahnya kecepatan angin laut di jembatan juga harus diperhatikan.
Kondisi badan jalan pada jalur motor di sisi Causeway Surabaya dan Madura berbeda dengan kondisi di bentang tengah. Pada jalur di sisi Surabaya dan Madura, badan jalan terbuat dari struktur beton, sehingga unsur kerataan jalan tidak semulus dengan yang terbuat dari aspal pada bentang tengah sepanjang 818 meter.
Keberadaan proyek Jembatan Suramadu ini juga menjadi pusat pelatihan dan kajian (training ground) bagi tenaga-tenaga ahli Indonesia. Proses ahli teknologi tidak terbatas pada staf proyek, tetapi juga kepada tenaga ahli-tenaga ahli lainnya.
Panjang total Jembatan Suramadu 5.438 m, meliputi Causeway sisi Surabaya 1.458 m, Causeway sisi Madura 1.818 m. Sedang untuk bentang tengah panjang keseluruhan mencapai 2.162 m terdiri dari dua Approach Bridge masing-masing 672 m dan Main Bridge sepanjang 818 m. Panjang jalan pendekat di sisi Surabaya mencapai 4,35 km dan di sisi Madura 11,50 km. Proyek pembangunan Jembatan Suramadu mulai dikerjakan pertengahan tahun 2002.

Minggu, 07 Juni 2009

Penyelesaian Kartu Kredit dan Ulah Debt Colletcor



Jumlah pengaduan konsumen pengguna kartu kredit meningkat dalam dua tahun terakhir. Ulah debt collector yang kasar menempati urutan pertama dalam pengaduan konsumen.

Penyelesaian persoalan antara nasabah dengan bank penerbit kartu kredit dalam hal tunggakan tagihan kartu kredit belum menemui titik terang. Buktinya, data yang ada di Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) untuk permasalahan perbankan dalam dua tahun terakhir menduduki posisi pertama dalam daftar pengaduan konsumen.

Dari permasalahan perbankan tadi, lebih dari setengah merupakan kasus kartu kredit. Sampai November 2008, jumlah pengaduan konsumen yang mengalami masalah dengan bank sebanyak 86 kasus. Sementara pada 2007 jumlahnya lebih banyak lagi, yakni sebanyak 115 kasus. ”Lebih dari setengahnya merupakan persoalan kartu kredit.

ada tiga masalah yang sering dikomplain oleh konsumen terhadap bank penerbit kartu kredit, yaitu masalah bunga tagihan kartu kredit, penyampaian informasi yang tidak transparan oleh bank penerbit dan masalah penagih hutang (debt collector).
Dalam hal masalah bunga tagihan kartu kredit, hal ini merupakan keteledoran konsumen dalam penggunaan kartu kredit. Menurutnya, konsumen pengguna kartu kredit sebenarnya sudah tidak mampu untuk membayar tagihan kartu kredit. “Di Indonesia menggunakan kartu kredit sudah menjadi tren. Kalau nggak pake kartu kredit nggak keren. Padahal gaji mereka belum tentu dapat menutupi jumlah tagihan tersebut.

Namun, bukan berarti pihak nasabah saja yang dapat dipersalahkan dalam kasus semacam ini. Bank seharusnya juga bertanggung jawab sebagai pihak yang menerbitkan kartu kredit. Tidak sedikit bank penerbit kartu kredit yang royal dalam menerbitkan kartu kredit kepada seseorang yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam aplikasi kartu kredit.

Masyarakat dengan mudah bisa menemui di pusat perbelanjaan, sales yang menawarkan pembuatan kartu kredit kepoada konsumen. Tinggal foto copy KTP dan slip gaji, si calon pemilik kartu kredit sudah bisa mengaplikasi permohonan kartu kredit. Bahkan tak jarang, orang yang tidak mengaplikasi kartu kredit tiba-tiba dikirimi kartu kredit atas namanya.

Selain itu, bank penerbit kartu kredit kerap kali tidak transparan dalam menginformasikan sebab akibat dalam penggunaan kartu kredit. Misalnya, tentang kemudahan dan fasilitas penggunaan kartu kredit yang diberikan. Seringkali kemudahan-kemudahan itu tidak diimbangi dengan kemungkinan-kemungkinan yang pahit terhadap pemakaian kartu kredit seperti bunga yang tinggi dan prosedur penutupan kartu kredit. “Biasanya konsumen sangat susah sekali untuk menutup kartu kredit, disamping pihak bank sendiri yang tidak akomodatif.

Masalah lainnya adalah debt collector. Kemungkinan terburuk bagi penunggak tagihan kartu kredit adalah didatangi satu atau beberapa orang debt collector. Mereka inilah yang akan melakukan penagihan.

Biasanya, jika si penunggak ini tetap tidak mampu melunasi tagihan kartunya, debt collector yang diperintah oleh bank penerbit kartu kredit akan mengambil sejumlah barang baik bergerak maupun tidak bergerak sebagai jaminan. Nah, jika si penunggak telah melunasinya, maka jaminan itu akan dikembalikan. ”Jika tidak, tentu saja barang itu lenyap. Dan nilai barang yang diambil setara dengan jumlah tunggakan.

Mengarah ke Pidana
Perilaku debt collector saat ini masih menjadi masalah serius yang belum ada penanganannya. Di satu sisi konsumen merasa terganggu dengan ulah penagih hutang tersebut. Di sisi lain si debt collector sebagai utusan bank bertanggung jawab atas tunggakan-tunggakan hutang yang bisa merugikan bank.

Masalahnya, belum ada batasan dan aturan yang jelas tentang tata cara penagihan oleh seorang debt collector. Saat ini yang ada hanya sebatas pada aturan bank masing-masing. “Tapi biasanya yang terjadi di lapangan, mereka itu (debt collector-red) melakukan hal-hal di luar kesepakatan antara bank dan agen.

Perlakuan debt collector sudah pada tahap yang memperihatinkan. Beberapa tindakan debt collector bahkan sudah mengarah pada tindakan pidana. Misalnya, membuat onar, meneror baik secara langsung maupun telepon, bahkan sampai mengancam akan membunuh si nasabah.

“Sebenarnya itu bisa masuk pidana karena ada unsur perbuatan yang tidak menyenangkan. Apalagi ketika debt collector itu sampai mengamuk di perusahaan dimana nasabah bekerja. Karena ulah debt collector itu nama si konsumen jadi tercemar dan bisa saja terancam dipecat,” papar Rahayu.

Tagihan kartu kredit itu memang kewajiban konsumen yang harus dibayar maka harus diselesaikan. Yang tidak boleh, lanjutnya adalah meniadakan kewajiban itu sehingga si pengguna kartu kredit terbebas dari kewajibannya. “LPKSM sendiri tidak respon dengan kelakukan konsumen seperti itu cuma LPKSM hanya membantu konsumen bagaimana cara menyelesaikan kasus yang win-win solution, kemudian tidak merugikan konsumen dan pelaku usaha.

Saat ini LPKSM memberikan dua opsi dalam penyelesaian kartu kredit jika konsumen tidak mampu membayar tunggakan kartu kredit. Opsi pertama berupa penghapusan bunga, dan opsi kedua, yakni pembayaran hutang pokok dengan cara mencicil sesuai dengan kemampuan.

Mediasi Perbankan
Cara lain lewat tentu saja lewat badan mediasi perbankan yang disediakan oleh Bank Indonesia. Fasilitas ini dituangkan dalam Peratuan Bank Indonesia (PBI) No. 8/5/PBI/2006 tertanggal 30 Januari 2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/14/DPNP tertanggal 1 Juni 2006.

Sarana mediasi ini memang tidak hanya ditujukan untuk persoalan kartu kredit saja. Secara umum persoalan transaksi keuangan. Bank Indonesia menjamin bahwa proses mediasi ini berlangsung sederhana, murah dan cepat.

Nasabah atau bisa diwakilkan dapat mengajukan sengketa yang dihadapinya ke lembaga mediasi perbankan. Syaratnya sangat sederhana

Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan
Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil penyelesaian pengaduan Nasabah yang telah dilakukan oleh Bank.
Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh kerugian immaterial. Yang dimaksud kerugian immaterial antara lain adalah kerugian karena pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.
Nilai tuntutan finansial dengan jumlah maksimal adalah Rp 500.000.000,00. Jumlah tersebut dapat berupa kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada Nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan Nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan Nasabah untuk mendapatkan penyelesaiannya Sengketa.
Batas waktu pengajuan adalah paling lambat 60 (enampuluh) hari kerja, yang dihitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan Nasabah dari Bank
Nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada lembaga Mediasi perbankan secara tertulis dengan menggunakan formulir yang tersedia atau dibuat sendiri
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : http://www.hukumonline.com

JATIM TETAP MENDAPATKAN 25 ADIPURA

Pada 2009 ini, Jatim kembali mendapatkan 25 penghargaan Adipura. Hasil atas penghargaan bergengsi untuk kab/kota di Indonesia yang peduli dengan lingkungan hidup ini masih tetap sama dengan perolehan tahun 2008 lalu.
Kepala BLH Jatim, Dewi J Putriatni di kantornya, Senin (8/6) menjelaskan, dari 25 penghargaan Adipura memang menjadi ajang pembuktian keberhasilan warga kab/kota di Jatim dalam menjaga lingkungan mereka.
Untuk kategori kota metropolitan, Surabaya berhasil menyabet Adipura bersama Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kota Palembang (Sumsel), Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Administrasi Jakarta Utara, Kota Administrasi Jakarta Barat, Kota Administrasi Jakarta Timur, dan Kota Semarang (Jateng).
Untuk kategori kota besar, Kota Malang mampu bersaing dengan Kota Pekanbaru (Riau), Kota Balikpapan (Kaltim), Kota Denpasar (Bali), Kota Padang (Sumbar), Kota Batam (Kepulauan Riau), Bandar Lampung (Lampung), dan Jogjakarta (DIY).
Sementara itu, Kota Jombang, Tulungagung, Madiun, Blitar, Sidoarjo, Gresik, Tuban, Probolinggo, berhasil meraih penghargaan Adipura untuk kategori kota sedang bersama 35 kota/kabupaten se-Indonesia. Sedangkan kategori kota kecil, Kota Mojosari, Mojokerto, Pacitan, Lamongan, Bangkalan, berhasil menunjukkan prestasinya.
Seperti diketahui, pada penilaian adipura pada 2008-2009 ini terdapat kriteria penilaian baru yang perlu diperhatikan betul oleh para peserta. Pasalnya, pada tahun ini terdapat aturan tambahan, yakni peserta harus melakukan upaya penanganan sampah melalui pemilahan dan pengolahan.
Untuk penilaian pada adipura tahun ini memang lebih selektif. Dalam hal ini, untuk kriteria pemilahan dan pengolahan sampah juga harus dibedakan antara sampah organik dan anorganik. Menurutnya, Ini menjadi perhatian khusus, terutam untuk sampah anorganik harus ada penanganan serta pengolahan secara khusus, karena sampah anorganik memang cukup sulit untuk dapat didaur ulang.
Adanya aturan atau kriteria baru tersebut memang menjadi ketentuan umum dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) untuk program adipura 2008-2009. Jika sebelumnya penghargaan diberikan kepada kab/kota yang dapat melakukan upaya pelestarian dan penataan lingkungan saja, kini harus bekerja lebih ekstra untuk mendapatkan penghargaan.
Adapun beberapa indikasi penilaian untuk program pelestarian lingkungan hidup tersebut, yakni lebih ditekankan pada penilaian luas hutan kota, jenis, jumlah, dan kerapatan pohon, kebersihan sarana umum seperti rumah sakit dan sekolah, serta adanya tempat untuk pengolahan limbah bahan beracun berbahaya (B3), hingga proses pemilahan dan pengolahan sampah. (afr/j)

SURAMADU SEJAHTERAKAN MADURA



Berdirinya Jembatan Suramadu dipastikan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Madura, tetapi tetap menonjolkan budaya warga Madura yang Islami. Karena itu, setiap pembangunan di Madura akan melibatkan tokoh dan ulama Madura mulai dari perumusan kebijakan hingga pengawasan.
Menurut Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, peresmian Jembatan Suramadu yang dipastikan akan berlangsung 10 Juni 2009 mendatang, harus mampu memberikan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi masyarakat Madura. Jembatan Suramadu harus menjadi pintu peningkatan perekonomian masyarakat Madura agar setara dengan masyarakat lainnya di Jatim.
“Untuk warga di wilayah Gresik, Surabaya, Sidoarjo dan sekitarnya rata-rata pendapatan per kapita penduduknya Rp 26 juta/tahun. Sedangkan di Madura rata-rata hanya sekitar Rp 6,5 juta/tahun. Inilah yang akan kita setarakan dengan adanya Jembatan Suramadu ini,” kata Soekarwo di Gedung Negara Grahadi, Sabtu (6/6).
Menurutnya, dengan adanya Jembatan Suramadu, akan terjadi percepatan distribusi barang dan jasa, berdirinya properti-properti baru, serta pembangunan ekonomi di Madura secara umum. “Pada akhirnya semakin mempercepat peningkatan kesejahteraan,” kata gubernur yang biasa dipanggil Pakde Karwo.
Dengan maraknya industri dan badan usaha yang masuk di Madura, juga akan meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha warga Madura. “Pemprop Jatim juga akan mengembangkan berbagai pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal melalui Balai Latihan Kerja (BLK),” ungkapnya.
Meskipun demikian, kata dia, seluruh pembangunan di Madura harus tetap memperhatikan kekhasan warga Madura, yakni kultur yang kuat terhadap sendi-sendi religius harus dipertahankan. “Kami sudah membuat skemanya, bahwa setiap perumusan kebijakan harus melibatkan tokoh dan ulama Madura,” ujar Pakde Karwo.

Jembatan Ekonomi
Sementara itu, Dirut PT SIER, Rudhy Wisaksono menegaskan, diresmikannya Jembatan Suramadu dipastikan akan terjadi ekspansi ekonomi di wilayah Madura. Bahkan dirinya menyebut bahwa Suramadu tidak sekedar jembatan manusia, tetapi juga merupakan jembatan ekonomi.
Menurutnya, saat ini di kawasan Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) tingkat huniannya mencapai 100 persen, sehingga harus dikembangkan ke wilayah lain. Wilayah SIER sebenarnya hanya sekitar 300 hektar, dan sudah dikembangkan ke Pasuruan dengan didirikannya Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) dengan luas tanah sekitar 500 hektar.
Nantinya, kawasan industri memang sangat cocok berdiri di Madura sebagai salah satu penopang ekonomi Jatim dan Indonesia timur. Ditambah lagi akan dikembangkan kawasan perdagangan dan pelabuhan di wilayah Tanjung Bumi, Bangkalan, dengan luas tanah sekitar 600 hektar. Ini diperkirakan akan semakin menarik banyak orang untuk menanamkan investasinya.
“Pengalaman kami selama ini, suatu kawasan industri yang tidak jauh dari pelabuhan, akan sangat menarik dan perkembangannya sangat cepat,” ungkapnya.
Apalagi pelabuhan tersebut akan dikembangkan lagi menjadi pelabuhan internasional, yang akan menjadi pilihan utama para investor. Langkah ini sangat sesuai dengan dengan rencana strategis Pemprop Jatim dalam pembangunan secara terpadu di Madura.
“Kalau saat ini Pemkot Surabaya mengembangkan pelabuhan laut kargo di Teluk Lamong, tidak ada masalah, tetapi pendekatannya bersifat sementara. Apalagi tingkat sedimentasi di Teluk Lamong sangat tinggi. Padahal, untuk membangun pelabuhan bertaraf internasional dibutuhkan lokasi yang tepat, termasuk mempertimbangkan ke dalaman air laut minimal 12 meter agar kapal-kapal besar bisa merapat,” ujar Rudhy Wisaksono.
Jatim sebagai pintu masuk ke wilayah Indonesia Timur memang harus membuat pelabuhan internasional baru selain di Tanjung Perak. Sebab fungsi pelabuhan di Jatim ini sekaligus sebagai pelabuhan transit bagi perdagangan antar pulau. “Kalau pelabuhan di Madura ini jadi, dan di sekitar pelabuhan tersebut tumbuh industri-industri baru, maka akan mengurangi cost dari sisi transportasi khususnya perdagangan antar pulau di Indonesia,” katanya. (sti/j)